Halaman

Minggu, 26 Mei 2013

KASUS SAPI PERAH


TORSIO UTERI
oleh : junto julianto (juntozy.gmail.com)


Sektor peternakan sapi perah merupakan salah satu bidang usaha yang sangat berkembang saat ini. seiring berkembangnya saat ini, harus diimbangi dengan pengetahuan peternakan akan kesehatan ternak guna menurunkan atau mengantisipasi permasalahan yang ada. Salah satu permasalahan pada sapi perah yaitu kasus  toriso uteri pada sapi yang sedang bunting, hal ini dapat mengakibatkan peternak mengalami kerugian yang cukup besar. Torsio uteri merupakan terputarnya uterus pada porosnya, biasanya disebabkan oleh gerakan sapi yang biasanya menggunakan tumit kaki depan saat berbaring atau sebaliknya. Hal tersebut menyebabkan beban yang ada dalam kandungan bergerak bebas memudahkan uterus untuk berputar, selain itu torsio uteri dapat disebabkan karena trauma atau terjatuh dan sapi yang dikandangkan sehingga kekuatan rahim menurun. Gejala yang tampak adalah hewan terlihat tidak tenang, merejan, pulsus dan frekuensi napas meningkat, terjadi obstruksi menyebabkan fetus mati (Noordin 2012).  Predisposisi penyebab terjadinya torsio uteri yaitu sapi yang kurang gerak, kebiasaan sapi yang suka berbaring dan berdiri dalam posisi nungging, mekanis (bunting tua terpleset), serta fetus yang terlampau aktif. 
Menurut Noordin (2012), penanganan terhadap torsio uteri dimana fetus tidak dapat dikeluar dapat dilakukan dengan cara memutar tubuh induk searah perputaran uterus. Tindakan terakhir penanganan pada kasus torsio uteri yaitu dengan melakukan bedah cesar. Berikut merupakan gambar penanganan sapi saat terjadi torsio ringan dan dilakukan reposisi dengan cara memutar/menggulingkan sapi. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu alas kandang dibuat sedemikian mungkin tidak licin sehingga sapi tidak mudah terpleset, selain itu pengawasan dan kontrol dari peternak saat masa kebuntingan sapi merupakan faktor yang sangat mendukung agar tidak terjadinya torsio uteri ini.
 
Gambar 1. Sapi saat dilakukan reposisi pada kasus torsio uteri. Cara mengikat sapi dengan tali (gambar 1) dan posisi sapi saat sedang digulingkan (gambar 2).  sumber : dokumentasi foto pribadi

Minggu, 21 April 2013

SERBA SERBI PERAWATAN KUDA

PERAWATAN KUKU KUDA
by : Junto Julianto

Kuku merupakan bagian tubuh yang sangat berguna dan memiliki fungsi sangat penting bagi kuda. Ibarat pepatah, "tak ada kuku tak ada kuda". Kuku adalah bagian tubuh binatang yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat mulai tumbuh dari ujung jari. Fungsi utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat saraf, serta mempertinggi daya sentuh. Nutrisi yang baik sangat penting bagi pertumbuhan kuku. Sebaliknya, kalau kekurangan gizi  atau menderita anoreksia nervosa, pertumbuhan kuku sangat lamban dan rapuh.

Gambar. Proses perawatan kuku pada kuda (foto : Guntur Rudy)
Pada kuda, perawatan kuku harus diperhatikan. Setiap pagi hari, ketika kuda hendak dilepas dipadang rumput (paddock). Begitu juga sebaliknya ketika kuda hendak masuk kedalam kandang. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran, tanah, kerikil, dan serbuk yang bercampur urine menempel pada bagian dalam kuku kuda. Selain menjaga kebersihannya, kuku kuda setiap 1-2 bulan harus dipotong. Kuku kuda yang terlalu panjang akan membuat kuda susah untuk bergerak atau akan banyak menimbulkan permasalahan lain pada kuku seperti kuku aladin. Pada kuda yang hendak di tunggang terlebih dahulu harus dipasang sepatu kuda (ladam). Hal ini untuk menjaga kuku kuda agar tetap baik. Terima kasih  telah membaca secuil postingan blog saya, kritik dan saran bisa langsung kirim ke juntozy@gmail.com
 

Selasa, 16 April 2013

Damalinia Ovis


 DAMALINIA OVIS
Junto Julianto (juntozy@gmail.com)

PENDAHULUAN
            Parasit adalah organisme yang hidup pada atau dalam organisme lain dan atas beban organisme yang ditumpanginya. Ada berbagai jenis parasit yang telah diketahui di dunia kedokteran hewan seperti parasit jenis ektoparasit dan endoparasit (Ballweber 2001). Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya seperti berbagai jenis cacing dan protozoa, sedangkan ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (Hadi dan Soviana 2000). Damalinia ovis merupakan kutu aktif yang menyerang pada ternak domba dan dapat menyebabkan kerugian pada peternakan. 

KLASIFIKASI
            Susunan klasifikasi yang lebih tinggi dari kutu terdapat ketidakcocokan di antara ahli-ahli serangga. Kebanyakan ahli Amerika menempatkan kutu dalam dua ordo yaitu Anoplura dan Mallophaga, sedangkan ahli-ahli dari Inggris, Jerman, dan Australia menempatkan dalam satu ordo tunggal yaitu Phthiraptera dengan beberapa subordo antara lain Anoplura dan Mallophaga (Hadi dan Soviana 2010).
Gambar 1. Damalinia ovis (kiri) dan Damalinia equi (kanan)

Berikut ini klasifikasi kutu oleh Clay (1970) dan Kim & Ludwing (1978).
Filum                           : Arthropoda
Kelas                           : Insecta
Ordo                            : Phthiraptera
Subordo                      : Mallophaga
Subordo kelompok    : Ischnocera
Famili              : Trichodectidae
Spesies         : Damalinia ovis (kambing dan domba), Damalinia equi (kuda), Damalinia bovis (sapi)

MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP
            Ektoparasit ini memiliki panjang diatas 3 mm, berwarna coklat dan relatif ukuran kepalanya besar. Kutu mengalami metamorphosis tidak sempurna, mulai dari telur, nimfa instar pertama sampai ketiga lalu dewasa. Seluruh tahap perkembangannya secara umum berada pada inangnya. Telurnya berukuran 1-2 mm, berbentuk oval, berwarna putih dan menempel pada bulu (rambut) domba. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk kutu mencapai 10-300 butir selama hidupnya. Telur menetas menjadi nimfa (kutu muda) setelah 5-18 hari tergantung jenis kutu. Nimfa akan berganti kulit dua kali dengan interval 5-9 hari (Hadi dan Soviana 2010). Bagian mulut dari  kutu tersebut beradaptasi untuk menggigit dan mengunyah bagian luar wol, lapisan dermis, dan darah. 



Gambar 2. Sikulus hidup Damalinia ovis

GEJALA KLINIS DAN PENGOBATAN
Ektoparasit seperti Damalinia ovis dapat memberikan efek yang serius pada produktivitas domba, seperti menurunkan produksi susu dan daging, meurunkan kualitas wool, dan kulit serta membutuhkan program pengontrolan yang mahal. Selain itu juga dapat menyebabkan kesejahteraan domba saat bergerombol dan individu. Pada domba yang terinfeksi kutu, sering kali tubunya terasa gatal-gatal, terlihat domba menggosokkan tubuhnya pada pohon atau kandang. Gejala klinis yang tampak yaitu adanya iritasi pada kulit domba dan rambut atau bulu terlihat kusam terlihat terdapat infestasi kutu-kutu yang menempel pada rambut. Pengendalian terhadap kutu dapat dilakukan dengan sanitasi kandang yang baik. Bila menggunakan obat-obatan insektisida, dianjurkan yang tidak bersifat racun baik bagi ternak maupun manusia. Obat-obatan insektisida yang digunakan harus sanggup membunuh serangga berbagai spesies, tanpa menimbulkan resistensi bagi yang dijadikan sasaran (Murtidjo 1992). Tindakan pencegahan merupakan salah satu tindakan tepat untuk meminimalkan adanya infestasi kutu pada kambing dan domba, dengan menjaga kebersihan kandang, serta pemberian pakan yang sesuai (Glynn T 2009). Pada domba, pemotongan rambut mampu  menghilangkan 30-50% populasi kutu, selain itu bisa juga melakukan dipping untuk mengurangi keberadaan kutu serta penyemprotan (Williamson dan Payne 1993). 

Senin, 24 Desember 2012

PENYAKIT AYAM


CRHONIC RESPIRATORY DISEASE (CRD)
Junto Julianto (juntozy@gmail.com)

Gambaran Umum
Penyakit CRD pada ayam merupakan suatu penyakit yang menyerang saluran pernapasan dimana sifatnya kronis. Disebut “kronis” karena penyakit ini berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan sulit untuk disembuhkan. CRD adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum, bersifat gram negatif dan berbentuk pleomorfik. Salah satu gejala CRD adalah ngorok, sehingga peternak sering menyebutnya penyakit ngorok (Jahja et al. 2006). 
CRD dapat menyerang ayam semua umur. Angka kesakitannya (morbiditas) tinggi tetapi angka kematian (mortalitas) rendah. CRD menyebabkan kerugian karena menyebabkan kematian embrio, kematian anak ayam, laju pertumbuhan terhambat, mutu karkas menurun dan produksi telur menurun. Selain itu menyababkan kerugian tidak langsung yaitu : meningkatnya kepekaan terhadap infeksi E. coli, haemophilus paragalinarum, IB, dan ND. Chronic Respiratory Disease  yang disertai dengan penyakit lain terutama Escherichia coli disebut CRD kompleks. Pada ayam yang menderita komplikasi (CRD kompleks) dapat ditemukan peradangan pada perikardium (perikarditis), kapsula hati (perihepatitis), dan kantung udara (air sacculitis) (Jahja et al. 2006).  E. coli merupakan penghuni normal saluran pencernaan unggas. Adanya  E. coli  dalam air minum merupakan indikasi adanya pencemaran oleh feses. Dalam saluran pencernaan ayam normal terdapat 10-15% bakteri  E. coli patogen dari keseluruhan E.  coli  (Tabbu 2002).

Gejala Penyakit
M. gallisepticum masuk ke saluran pernafasan dan menyerang silia permukaan mukosa saluran pernafasan. Mycoplasma akan menghasilkan macam-macam zat metabolik dan materi toksik yang dapat menyebabkan kerusakan pada membrane mukosa saluran pernafasan. Akibatnya mycoplasma mudah masuk paru-paru, kantung udara, dan mencapai aliran darah hingga tersebar pada seluruh tubuh (Jahja et al 2006)
Tanpa komplikasi kelompok ayam yang terserang CRD tidak menunjukkan gejala klinis jelas. Pada kelompok ayam dengan gejala klinis yang jelas dapat dilihat adanya ingus kataral pada hidung, ngorok saat bernafas (Tabbu 2002). Hasil nekropsi pada ayam ditemukan kelainan pada saluran pernafasan yaitu rongga dan sinus hidung berlendir. Kantung udara menjadi keruh atau mengandung lendir. Pada stadium selanjutnya lendir menjadi berwarna kuning dan berkonsistensi seperti keju. Eksudat seperti ini juga ditemukan di perikardium dari jantung. Pada ayam menderita komplikasi dapat ditemukan peradangan pada pericardium, kapsula hati, dan kantung udara serta sering kali pada saluran telur (Jahja et al 2006).

Diagnosa Banding dan Diagnosa Laboratorium
CRD dapat dikelirukan dengan penyakit ayam lainnya seperti Infectious coryza (snot), kolera unggas, Newcastle Disease (ND) dan Infectious Bronkhitis (IB). Diagnosa laboratorium yang dapat dilakukan antara lain yaitu isolasi dan idntifikasi bakteri, rapid agglutination test, tube agglutination test (Jahja et al 2006).

Penularan Penyakit
Penularan penyakit terjadi secara vertikal melalui telur dan secara horizontal dari ayam sakit ke ayam sehat baik secara langsung maupun tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat terjadi dengan perantara manusia, hewan liar, atau peralatan kandang. Ayam yang pernah terinfeksi CRD dan telah sembuh atau ayam penderita menjadi sumber penularan kea yam sehat lainnya (Jahja et al 2006)

Senin, 17 Desember 2012

KOLIK PADA KUDA
Oleh : Junto Julianto

sumber : wikipedia
Kuda merupakan salah satu hewan peliharaan atau hewan kesayangan dan sejak zaman dahulu Jaran (bahasa jawa) digunakan sebagai alat transportasi yang sangat efisien. Kuda merupakan salah satu hewan yang memiliki rasa sensitifitas yang tinggi terhadap lingkungan.Begitu pula, jika kuda merasakan sakit akibat penyakit yang terjadi. Rasa sakit pada daerah abdomen (perut) disebut KOLIK, akan tetapi  kolik bukan suatu penyakit. Kolik dapat disebabkan karena adanya gangguan pada sistem pencernaan maupun juga.

Menurut Subronto (2003) kolik adalah rasa sakit di daerah perut, baik yang berasal dari alat pencernaan maupun bukan, yang di tandai kegelisahan, kesakitan, dan secara langsung dengan gangguan peredaran darah dan segala manifestasinya. Berdasarkan asal penyebab rasa sakit kolik; terdiri dari kolik sejati, simtomatik, dan kolik palsu (semu). Kolik sejati yaitu rasa sakit didaerah abdomen yang terjadi benar-benar didalam saluran pencernaan, misalnya usus, lambung, hati, dan sebagainya. Sebaliknya kolik palsu, penyebabnya terdapat dalam alat-alat di luar sistem pencernaan makanan, misalnya ginjal, rahim, dan saluran kemih. Kolik dikatakan sebagai kolik simtomatik bila kolik tersebut hanya merupakan gejala ikutan dari penyakit lain, misalnya anemia infeksiosa, dan ingus tenang.

Gejala klinis pada kuda yang mengalami kolik biasanya dimulai dari tidak mau makan (anoreksia), kemudian kuda melihat kearah bagian perut yang sakit dan gelisah. Selanjuntnya diikuti dengan menakur-nakurkan kaki-kakinya ke tanah, hingga akhirnya kuda akan berguling-guling (rolling).  Penanganan kolik yang cepat dan mengetahui gejala klinis sedini mungkin akan berdamapk lebih baik dalam penanganannya. Kuda harus dijaga agar tidak sampai berguling-guling, supaya tidak terjadi torsio pada usus atau yang lainnya.

Beberapa obat-obat yang digunakan dalam penanganan kolik pada kuda antara lain yaitu :
- Penghilang rasa sakit/nyeri (Analgesik) : Asam asetilsalisilat,  antalgin, nefopam, metadon dll.
- Antipiretik dan Analgesik : Paracetamol dan flunixin
- Antiinflamasi dan Analgesik : Asam mefenamat
- Penambah nafsu makan : vitamin B kompleks, B12 dll
- Obat Pencahar : Bisacodyl  
- Antispamodik : Papaverin, Dipyridomal, Theofhyllin, Hyoscine-N-butylbromide
- Diuretikum : Lasix
- Penetralisir asam lambung  (antasida) : Simethicone, Magnesium hydroxide, Aluminum hydroxide

Kamis, 04 Oktober 2012

Penyakit Protozoa


TRYPANOSOMIASIS
Oleh : Junto Julianto
Gambar 1. Trypanosoma sp.
Trypanosomiosis merupakan penyakit akibat infeksi dari protozoa genus Trypanosoma. Trypanosoma sp merupakan parasit obligat intercellular, yang berpredileksi pada plasma darah (Levine, 1994). Menurut Carlton dan McGavin (1995), trypanosomiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa berflagel yang terdapat di dalam darah . Penularan penyakit antar hewan melalui vektor arthropoda, seperti lalat tsetse. Penularan penyakit trypanosomiosis  antar hewan terjadi melalui darah yang mengandung parasit Trypanozoma sp. Penularan yang paling utama terjadi secara mekanis di Indonesia oleh lalat penghisap darah seperti Tabanus sp., Haematopota sp., dan Chrysops (Reid et al. 2001). Setelah infeksi biasanya trypanosoma bertambah dalam darah secara berkala dan hal ini disertai demam hewan. Bentuk-bentuk trypomasgote masuk ke dalam sistem sel-sel retikulo endothelial, otot-otot bergaris, dan terutama otot jantung menjadi bentuk amastigote. Bentuk ini berkembang biak merusak sel-sel endotel (epimastigote). Kerusakan endotel mengakibatkan perdarahan yang mungkin disebabkan oleh zat toksin dari trypanosoma. Bentuk amastigote berubah menjadi bentuk-bentuk trypomastigote yang masuk kembali ke dalam darah. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi trypanosoma umunya pada segala jenis hewan sama pascamati  (Ressang 1984).
Sapi yang mengalami trypanosomiasis akut akan menunjukkan gejala anemia yang signifikan, macrocytosis, reticulocytosis, dan hyperplasia marrow erithroid. Temuan nekropsi pada sapi yang mengalami trypanosomiasis antara lain yaitu kaheksia, edema seluruh tubuh dengan meningkatnya cairan di rongga tubuh, pembesaran limfonodus, bronchopneumonia, flabby heart, atropi pericardium, ginjal membesar, hati membesar, dan limpa membesar. Pembesaran limfonodus mencapai empat kali lipat dari ukuran normal, dan lemak sumsum tulang sebagian besar digantikan jaringan hemopoietic merah. (Carlton dan McGavin 1995).

Gambar 2. Siklus hidup Trypanosoma (sumber :http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Trypanosoma)
Trypanosoma cruzi (Chagas’ disease) terjadi pada anjing di Amerika selatan. Inang reservoir meliputi raccon, opossums, armadillos, dan skunks dan transmisinya ke anjing melalui serangga hemiptera. Gejala klinis yang terjadi tachycardia, membrane mukosa pucat, dan pembesaran limfonodus. Pengujian laboratorium ditemukan beberapa tripanosoma diantara sel darah, dan buffy coat smears. Pemeriksaan postmortem ditemukan adanya gagal jantung, edema paru-paru, ascites, dan hati mengalami kongesti. Lesio pada jantung banyak terjadi pada jantung kanan, termasuk keduanya terlihat fokus miokardium berwarna kuning-putih (myocarditis dan nekrosa miokardium) dan, pada kejadian kronis flaccidity dan dilatasi dari miokardium. Trypanosomiasis juga dapat menyebabkan lesio pada otot atau fokus myositis.(Carlton dan McGavin 1995).